KERESAHAN USAI DIKLAT

SHARE

Tentu kita pernah mendengar ungkapan ini "Membiasakan yang benar dan tidak membenarkan yang biasa". 

Slogan tersebut kalau dalam seminar SPAK (Saya Perempuan Anti Korupsi) bisa dibahas setengah hari. Tentang perilaku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Konteksnya dalam hal melanggar aturan, norma dan menjadikannya sebagai kebiasaan sehingga menjadi karakter.

Seperti yang aku alami saat mengikuti pelatihan. Biasalah ketika kita mendapat undangan kegiatan pelatihan, panitia meminta berbagai persyaratan. Selain surat tugas, surat keterangan dokter dan foto, peserta juga dimintai memasukkan bukti perjalanan sampai ke tempat pelatihan. Bukti perjalanan biasanya dirangkum dari perjalanan sejak keluar rumah sampai tempat tugas. Seperti naik mobil ke pelabuhan lanjut dengan naik kapal cepat atau feri dan dilanjutkan naik taksi sampai tempat kegiatan. 

Bukti perjalanan itu diserahkan kepada panitia dan nantinya akan diganti ongkos pulang pergi alias dilipatgandakan dua kali.  Atau bagi yang jauh dan naik pesawat harus menyerahkan bukti berupa tiket pesawat dan boarding pass.

Memang masalah ya? 

Ya sah--sah saja sih. Hal itu adalah hak peserta dan termasuk dalam anggaran kegiatan. Namun yang menjadi masalah ketika peserta melakukan manipulasi sehingga berdampak pada kerugian negara. 

Misalnya, ke pelabuhan naik angkot ongkosnya Rp20.000 tetapi dimanipulasi menjadi Rp200.000, hanya dicolek sopirnya. Jadi ketika dikembalikan oleh panitia menjadi 10 kali lipat. Atau kong kalikong dengan travel, membeli tiket pesawat dengan harga yang paling murah tapi minta dibuatkan tiket dengan harga tertinggi. Entahlah, tampaknya travel ini sudah lihai melayani pelanggan yang butuh tiket bodong.

Aku tidak menuduh dan mengada--ada karena aku pun pernah menjadi pelaku. Tetapi itu dulu sebelum mendapat pencerahan bahwa itu adalah perilaku koruptif. Perilaku  yang salah tapi kemudian menjadi kebiasaan dan dianggap wajar saja.

Astaghfirullaah hul adziim. Aku memohon ampun pada Allah atas segala kebodohan dan keserakahanku. Alhamdulillah segera tersadarkan, ketika merasakan rezeki yang kudapatkan terasa jauh dari keberkahan. Apalah gunanya di akhir diklat mendapatkan ganti uang transpor yang banyak tapi hasil dari manipulasi bukti pada panitia. 

Tidak ada keberkahan dari rezeki yang tidak halal. Apalagi setelah belajar tentang berbagai perilaku koruptif.

Begitulah contoh  perilaku yang "Membenarkan yang biasa". Untuk mengubah pada perilaku yang "Membiasakan yang benar" kita harus melibatkan kata hati. Hati yang bersih bisa mengontrol nafsu, bisa memberikan petunjuk bahwa perilaku itu salah, kemudian akan menahan diri. Hati yang bersih adalah  hati yang disinari cahaya keimanan, yang senantiasa merasakan pengawasan Sang Pencipta dan pasukanNya. 

Contoh perilaku lain adalah menyontek ketika ujian atau post test. Bila pengawas ujian lengah dan tidak ketat pada saat mengawas maka para peserta akan mengambil kesempatan untuk menyontek. Entah dengan cara _googling_ atau bertanya pada teman. Akhirnya semua peserta mendapat nilai A semua. Kegiatan berhasil dengan sangat memuaskan.

Tapi aku hanya bercerita tentang realita yang ada. Bila para guru sudah membenarkan kebiasaan menyontek, bagaimana dengan para siswanya? 

Seandainya dibiasakan  perilaku sesuai slogan "JUJUR ITU HEBAT". 

"TIDAK MENYONTEK ITU HEBAT"