DIKLAT,..PENDIDIK TAK BOLEH TELAT

SHARE

 Hari Ahad ketika aku sedang menghadiri undangan pernikahan bersama suamiku di desa Sepa,  tiba-tiba ada undangan yang dikirim via WhatsApp oleh koordinator kepegawaian. Aku ditunjuk untuk menjadi peserta pelatihan moderasi beragama di balai Diklat Keagamaan Ambon.

       Perasaanku campur aduk antara senang dan panik. Senang karena Pelatihan moderasi beragama ini menjadi Pelatihan yang wajib diikuti seluruh ASN Kementerian Agama. Dan sertifikatnya akan menjadi syarat dalam pengurusan kenaikan pangkat. Sedangnya sebab rasa panikku karena undangan ini begitu mendadak. Berarti Senin pagi harus sudah berlayar ke Ambon. Aku masih memiliki banyak PR yang belum selesai. Akreditasi, Asesmen, Pesantren Ramadan , Proyek Rehabilitasi madrasah oleh PUPR. Pokoknya kepala puyeng, bercampur antara lelah badan dan mikir. Tapi kata suamiku, "delegasikan saja, gitu ajak kok pusing".

      Pelatihan penguatan penggerak moderasi beragama itu nama pelatihannya. Pesertanya para guru dan kepala madrasah sebanyak 35 orang berasal dari beberapa kabupaten di Maluku dan Maluku Utara. Pelatihan ini adalah pelatihan angkatan ke-2 dan mungkin akan terus berlangsung sampai angkatan ke-11, mengingat moderasi beragama menjadi program Kementerian Agama jangka menengah dan menjadi salah satu dari 7 program prioritas Kementerian Agama. Ketujuh program prioritas Kementerian Agama adalah Penguatan Moderasi Beragama, Transformasi Digital, Tahun Toleransi Beragama, Revitalisasi KUA, Religiosity Index, Kemandirian Pesantren, dan Cyber Islamic University.

     Materinya pelatihannya sungguh menarik, membuka cakrawala kita tentang pentingnya moderasi beragama dalam kehidupan bermasyarakat yang multikultural. Pematerinya juga orang-orang terpilih yang telah mengikuti TOT dari pusat. Hadir pada hari kedua memberikan materi adalah DR. Marzuki Muharam Sekretaris Balitbang dan juga Dr. Hasbullah Toisuta mantan rektor IAIN Ambon. Gaya penyampaian yang terstruktur dan pembahasan materi yang mendalam menambah asyiknya kegiatan pelatihan dan membius para peserta.  

     Pada sesi diskusi muncul pertanyaan-pertanyaan menarik dari para peserta yang rata-rata adalah guru pada madrasah dan sekolah umum.  Pertanyaan itu biasanya tentang realita kehidupan beragama di tengah masyarakat yang multikultural dan peran serta para ASN dalam memupuk kerukunan antar umat beragama. Seluruh pertanyaan dijawab dengan sangat memuaskan oleh narasumber yang sangat kompeten.

      Akupun sebagai kepala madrasah pingin juga berdiskusi tentang metode yang tepat dalam memahamkan para siswa Madrasah Tsanawiyah tentang moderasi beragama. Pasalnya banyak siswa yang sejak awal menginjakkan kakinya di bangku sekolah yaitu sejak jenjang sekolah dasar hingga jenjang menengah atas, mereka hidup pada lingkungan yang homogen. Mereka bersekolah dari mulai Raudhatul Athfal,MI,MTs, MA dan kuliahnyapun di IAIN. Pada lingkungan belajarnya seluruh teman dan gurunya  beragama Islam dan tidak ada pemeluk agama lain.Sementara setelah lulus sekolah mereka akan hidup di tengah masyarakat yang heterogen. 

      Ada lima jenis agama di Indonesia, yaitu Islam, Kristen, Katolik,Hindu dan Budha. Ada juga agama Konghucu yang dianut warga keturunan dan ada juga masyarakat yang menganut kepercayaan. Belum lagi suku bangsa yang beragam,  sekitar 1.700 suku yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan. Bagaimana para siswa kelak ketika menjadi bagian dari masyarakat yang heterogen bisa bersikap moderat,tidak eksklusif dan dapat hidup berdampingan sebagai manusia yang merupakan makhluk sosial.

     Masih ada kesempatan dua hari lagi semoga aku bisa mendapatkan jawaban yang pas.